Thursday, September 1, 2011

PEMBELAJARAN INOVATIF

A.     Pendahuluan
Profesi guru tidak pernah diam dari tuntutan perubahan dan pembaharuan, pada suatu sisi ia membuat suatu masyarakat menjadi berubah tetapi pada sisi lain perubahan masyarakat menuntut perbaikan kinerja guru itu sendiri.  Untuk itu, guru yang ideal adalah guru yang senantiasa melakukan inovasi terhadap kerja keprofesionalannya, terutama berkaitan dengan tugas pengajaran di sekolah.  Salah satu usaha yang dilakukan adalah memilih atau model-model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku.

B.     Kegiatan Belajar
1.      Konsep Dasar Pembelajaran Inovatif
Berangkat dari konsep inovatif, sejumlah usaha perubahan harus dilakukan  oleh seorang Guru Sejarah. Demikian cepatnya perubahan di sekitar kita, tidak mungkin lagi mengandalkan cara-cara lama dalam pembelajaran, bahkan masih terdapat  sejumlah guru masih mengajar dengan cara-cara yang dilakukan oleh gurunya ketika dia belajar dahulu. Untuk keperluan perubahan ini, pada tahap awal para guru memiliki motivasi dan sikap ingin berubah (Huberman dan Miles, 1984:43), tidak pernah merasa puas, berusaha bekerja profesional dan sebagainya, sehingga ia mendapatkan sesuatu yang baru, karena inti dari pengertian inovasi itu sendiri adalah adanya perubahan untuk menemukan yang baru (Ibrahim, 1998:46). Atau seperti yang dikemukakan oleh Callahan dan Clark (1977: 6) bahwa guru harus memiliki sikap kreatif. Kreatif dalam artian merespon berbagai perubahan yang ada, karena setiap adanya perubahan akan selalu diiringi oleh berbagai cara untuk melaksanakannnya (Ruddock, 1991).

Perubahan yang dimaksudkan di atas utamanya dengan perubahan kurikulum KTSP, dimana terdapat karakteristik yang melekat pada kurikulum tersebut, terutama berkaitan dengan belajar kontekstual dan anak didik sebagai subjek pembelajaran.  Guru sejarah harus mampu menghidupkan roh peristiwa masa lampau  yang dipelajari siswa ke kehidupan nyata yang ada di sekitar anak mereka. Berarti materi sejarah bukan untuk masa lampau tetapi untuk masa sekarang dan masa yang akan datang yang bermanfaat bagi kehidupannya sehari-hari.  Sedangkan perpindahan paradigma dari orientasi guru kepada orientasi kebutuhan anak didik diartikan bahwa aktivitas belajar didominasi oleh siswa, guru hanya sebagai pembimbing atau sebagai fasilitator.

Menanggapi perubahan yang terjadi di atas harus diikuti oleh berbagai perubahan pada kegiatan pembelajaran sehari-hari. Jika ditelusuri lebih jauh ternyata perubahan itu diantaranya disebabkan oleh adanya kesadaran seseorang terhadap kekurangan cara yang dimilikinya (Soejono Soekanto, 1990:355). Cara yang dimaksudkan di sini berkaitan langsung dengan tugas guru seperti dalam kegiatan belajar mengajar, mulai dari penetapan tujuan pembelajaran, pemilihan materi ajar, pemilihan pendekatan, media, metode, dan sistem penilaian. Seperti yang dikemukakan oleh (Ibrahim, 1988) bahwa inovasi yang dilakukan oleh seorang guru lebih ditekankan pada kegiatan mengajar, karena ia diserahi tugas dan wewenang  mengelola kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini kegiatan guru lebih dari pekerjaan seorang profesional umumnya, karena ia dituntut bukan hanya ahli pada bidangnya tetapi juga harus mampu mengelola pembelajaran dalam lingkungan manusia yang serba berubah (Klasen dan Collier, 1972:12).

Dalam artian ini, para guru berusaha mencari model-model yang relevan, sehinga setiap komponen pembelajaran sejarah berjalan secara efektif, yang pada gilirannya akan tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Model-model tersebut dapat diadopsi dari model lain atau menemukan sendiri model yang diyakini lebih efektif. Namun yang harus dipahami oleh guru dalam setiap pemakaian model pembelajaran tidak serta merta menjadi efektif karena ia akan berkorelasi dengan suasana lain, seperti yang dikemukakan oleh Saltman (dalam Ibrahim, 1998:48), batas suatu inovasi akan dipengaruhi oleh:
a.       Tingkat pembiayaan, semakin susah tingkat pembiayaan semakin mudah diterima.
b.      Seimbang antara biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
c.       Efisiensi, artinya dapat menghemat waktu dan tidak banyak memiliki hambatan.
d.      Tidak memiliki resiko, terutama dengan masalah politik dan keamanan.
e.       Mudah dikomunikasikan.
f.        Sesuai dengan sosial ekonomi setempat.
g.       Dapat dibuktikan secara ilmiah.
h.       Terasa langsung manfaatnya.
i.         Tingkat keterlibatan penerimaan inovasi.
j.        Hubungan interpersonal.
k.     Berazaskan kepentingan.
l.         Peranan agen (penyuluh) inovasi

Karena siswa sebagai manusia yang memiliki sejumlah karakteristik di bidang ekonomi, budaya, kemampuan, dan status sosial, maka pendapat Saltman yang dikemukakan di atas sebaiknya menjadi pijakan utama dalam pemilihan atau pembuatan suatu inovasi.

Pemberian salah satu ide atau aktivitas tersebut disusun dalam suatu kerangka yang jelas disebut dengan model.  Atau dengan kata lain model adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.  Dalam pembelajaran, model dapat diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk melukiskan prosedur dan langkah-langkah yang sistematis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Di bidang pembelajaran terdapat sejumlah model, pada dasarnya dapat dikategorikan atas pendekatan pembelajaran pemprosesan informasi, pendekatan pembelajaran individu, pendekatan belajar sosial, dan pendekatan pembelajaran sistem prilaku (Agus Irianto, 2007: 2). Pada sisi lain, berbagai model yang telah dibuat ahli tersebut dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi sendiri untuk menemukan ide-ide baru dalam pembuatan model. Pada gilirannya guru menemukan suatu model yang paling praktis untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah, siswa, kebijakan pimpinan, dan kemampuan sendiri.

Yang perlu disadari bahwa suatu model berimplikasi kepada seluruh komponen pembelajaran,  berangkat dari tujuan pembelajaran  akan berlanjut kepada materi,  pendekatan (metode dan media) serta sistim penilaian. 

2.      Model Pembelajaran
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian pendahuluan bab ini bahwa berbagai model alternatif perlu diupayakan dalam rangka mencarikan solusi ketidakpuasan terhadap model pembelajaran yang ada. Sejalan dengan perkembangan KTSP banyak model pembelajaran aternatif yang ditawarkan. Diantaranya adalah:  Examples Non-Examples, Picture and Picture, Numbered Head Together, Student Teams-Achievement Division (STAD), Jigsaw, Problem Based Introduction, Mind Mapping, Make-A Match, Think Pair and Share, Debate, Role Playing, Group Investigation, Talking Stick, Commute Couple, Snowball Throwing, Student Facilitator and Explaining, Course Review Horay, Demonstration, Explicit Instruction, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Inside-Outside-Circle, Word Square, Scramble, Take and Give, Consepsentense, Time Token, Pair Cheks, Bamboo Dance, Two Stay Two Stray, dan lain-lain.

Berkaitan dengan pembelajaran Sejarah yang memiliki krakteristik yang berbeda dari bidang keilmuan lain, maka model pembelajaran yang akan digunakan juga harus disesuaikan dengan karakteristik tersebut. Berikut disajikan beberapa model pembelajaran sejarah yang diyakini mampu untuk merobah pola mengajar dari orientasi guru dan masa lampau kearah keterampilan berpikir yang bermanfaat untuk anak didik dalam kehidupannya sehari-hari. Namun konsep dasar yang harus dipegang adalah bahwa setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan keandalan, karena itu tidak satupun model yang dianggap terbaik, tetapi tergantung pada tujuan dan kondisi masing-masing. 

a.      Model Pembelajaran Struktur
Model ini merupakan pengembangan dari Teori Jerome. S. Bruner. Dia mengemukakan bahwa tiap mata pelajaran atau disiplin ilmu memiliki struktur tertentu.  Struktur itu terdiri atas konsep-konsep pokok, bila struktur itu dikuasai maka banyak hal yang dapat dipahami maknanya. Memahami struktur itu akan mempengaruhi cara berpikir seseorang sepanjang hidupnya, karena dapat ditransfer pada hal-hal lain (S. Nasution, 1992: 3).

Dalam ilmu sejarah, yang menjadi struktur utama adalah pola gerak.  Gerak memiliki sejumlah atribut, mulai dari arah atau prosesnya, fakta yang mendukungnya, tempat, waktu, dan pelaku, serta sebab terjadinya gerak tersebut.  Seperti mengajarkan Kerajaan Majapahit, struktur gerak akan meliputi mulai berdiri, berkembang, bertahan, mundur, dan habis.  Setiap gerak ini memiliki sejumlah fakta yang yang membangun  komponen-komponen gerak itu sendiri, yang selalu diiringi oleh tempat, waktu, dan pelaku. Setiap gerak bukan terjadi secara kebetulan, melainkan karena ada sebab sebelum dan sebab sesaat.

Model ini sangat bermanfaat untuk melatih anak berpikir proses, kritis, kemammpuan contoh, dan menemukan nilai- nilai. Berpikir proses diartikan sebagai suatu upaya anak menemukan bagaimana proses perkembangan kerajaan atau peristiwa lain  mulai dari lahir  sampai berakhir. Berpikir kritis dapat dilakukan karena setiap gerak membutuhkan pertanyaan-pertanyaan mengenai; apa buktinya, dimana terjadi, kapan terjadi, siapa pelakunya,  mengapa bisa terjadi, dan mengapa suatu sebab melahirkan suatu perubahan?
Kegiatan belajar yang dilakukan guru mencakup tiga langkah:
1.      Pembukaan
Meliputi pemberian appersepsi, pennyampaian  tujuan dan manfaat pembelajaran, dan sebagainya.
2.      Kegaiatan Inti
a.       Eksplorasi
Pemberian atau pengenalan umum dari materi yang akan dipelajari, serta siswa disuruh membaca buku teks atau bahan ajar yang ada
b.      Elaborasi
Pada bagian ini, siswa secara berkelompok / individu bekerja berdasarkan bacaannya untuk :
1)      Menemukan pola gerak perubahan peristiwa yang sedang dipelajari.
2)      Menemukan fakta sebagai bukti dari perubahan setiap gerak peristiwa.
3)      Membuat konsep dari setiap fakta perubahan.
4)      Menemukan sebab atau akibat dari peristiwa yang terjadi.
5)      Melakukan analisis hubungan setiap  sebab melahirkan perubahan.
6)      Memberikan contoh ke masa sekarang atau meramal ke masa yang akan datang dari setiap sebab- akibat terjadinya peruahan.
7)      Menemukan nilai-nilai dari konsep-konsep yang dipelajari.
8)      Secara acak, kelompok atau individu menampilkan hasil pekerjaannya dan sekaligus tanggapan dari siswa yang lain
c.       Konfirmasi
Guru melakukan pembetulan dan penegasan-penegasan berbagai kesalahan atau kekurangtepatan yang dilakukan siswa
3.      Penutup
a.       Pembuatan kesimpulan
b.      Penyampaian tugas rumah
c.       Penyampaian materi minggu berikutnya
d.      Dsb

Disamping model ini, banyak lagi model yang telah dikembangkan untuk pembelajaran sejarah, seperti berikut ini:

b.      Model Pembelajaran Konsep
Model ini juga merupakan turunan dari Teori Bruner. Menurut Bruner, anak sebelum belajar telah memiliki konsep sendiri dikepalanya. Untuk itu tugas seorang guru adalah membimbing anak untuk mengerti konsep yang dipelajari sesuai dengan konsep ilmiah. Setiap konsep memiliki banyak perbedaan mengenai aktivitas manusia, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Konsep sering diartikan berbeda, membuatnya sukar membentuk suatu gambaran yang bertalian secara logis. Bagaimanapun, guru harus sadar bahwa siswa telah memiliki konsep dalam kepalanya yang diterima dari lingkungan dan kadangkala tidak sesuai dengan disiplin ilmu sejarah. Pada hal dalam kajian sejarah sebagian besar isinya mengenai konsep, jika kita lupa memperhatikan siswa, maka mereka sering mendapatkan konsep yang salah yang bisa membuat mereka frustasi belajar.

Penting untuk diingat bahwa memahami konsep-konsep, seperti koloni, pasar, atau migrasi membutuhkan suatu aturan. Konsep-konsep substantif dalam sejarah berasal dari banyak disiplin, namun setiapnya menunjukkan suatu pengelompokan. Seperti Revolusi Amerika, merupakan suatu pengelompokkan kejadian dan proses,  tidak karena dia satu konsep, tetapi karena dia merupakan suatu keseluruhan yang lebih besar dari pada sebuah nama.

Konsep-konsep substansif dalam sejarah jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, perubahan maknanya melampaui waktu dan tempat.  Seorang raja abad ke 18 tidak sama dengan raja abad 15, atau raja abad 21. Jika siswa berpikir bahwa para raja tersebut memiliki prilaku, kekuasaan, dan peran yang sama, menimbulkan konsep yang keliru. Konsep-konsep bukan ditetapkan dengan kaku, seperti kapsul yang tertutup. Kita tidak bisa mengharapkan siswa mempelajari definisi dan contoh khusus dan kemudian secara sederhana mempraktekkannya terhadap kasus yang lain.

Ketika para siswa belajar mengenai orang-orang Pilgrim menemukan kota penduduk asli Amerika yang ditinggalkan, beberapa orang siswa menafsirkan bahwa orang-orang Pilgrim datang ke tempat yang bagus, karena mereka secara cepat menemukan tempat kediaman dalam beberapa bangunan yang kosong.

Contoh lain, penelitian menemukan bahwa orang berbeda dalam memahami pengembangan konsep politik dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi (uang, laba, bank, properti, dan kemakmuran) para siswa cenderung berubah dari ide-ide yang didasarkan pada norma moral ke ide-ide ekonomi. Anak-anak yang lebih muda cenderung memikirkan bahwa pengusaha  membuat orang bahagia dan akan disenangi, tetapi semakin besar umur siswa cenderung dimaknai bahwa bank menjanjikan laba. Demikian banyak ilustrasi di atas yang menunjukkan bahwa banyak faktor yang membuat komunikasi terganggu akibat berbagai kesalahan konsep.

Di dalam pembelajaran sejarah banyak sekali konsep-konsep yang harus dimengerti anak sesuai dengan bidang-bidang keilmuan yang dipelajarinya, seperti konsep Antropologi pada sejarah kebudayaan, konsep Politik pada materi sejarah politik, konsep-konsep Ekonomi pada materi sejarah ekonomi, dan seterusnya. Pemahaman yang sempurna bagi siswa sangat penting karena setiap disiplin ilmu tersebut memiliki konsep diri yang berlaku standar, padahal materi sejarah berkaitan dengan materi ilmu sosial lain tersebut.

Pemilihan penggunaan model belajar konsep lebih tepat digunakan jika tujuan pembelajaran bersifat aplikatif, terutama dalam mengembangkan sejarah tiga dimensi. Donovan (2005:61) mengemukakan bahwa ada tiga jenis konsep yang terletak pada materi sejarah, pertama adalah konsep topik materi yang diajarkan itu sendiri, yang dikenal dengan Big Concept, kedua adalah konsep gerak atau yang disebut dengan Midle Concept, dan ketiga adalah konsep kata yang tak dapat terhindarkan sewaktu membicarakan materi, yang disebut dengan Small Concept.

Aplikasinya dalam pembelajaran adalah; pertama kali guru harus mendudukkan makna konsep topik mata pelajaran, seperti mengajarkan tentang pengaruh budaya Hindu di Indonesia. Dalam hal ini harus dibahas tentang konsep kebudayaan, dan selanjutnya budaya Hindu sendiri. Pada tahap kedua guru harus menjelaskan konsep perkembangan gerak perubahannya. Perkembangannya di Indonesia dimulai dari konsep masuk, apa yang dimaksud dengan kata masuk, lantas berkembang, apa yang dimaksud dengan kata berkembang. Tahap ketiga menetapkan konsep yang terpakai dalam pembelajaran, seperti candi, patung, strata, dan sebagainya. Sekaligus mengaplikasikannya ke situasi nyata sekarang, dengan mengambil contoh pada lingkungan anak sendiri.


c.       Model  Kronologis
Model ini lebih menekankan pada tahun-tahun penting, tetapi bukan berarti model ini berisi jejeran tahun-tahun. Mulai dari perkembangan umum sampai tahun-tahun perkembangan khusus. Model ini pada dasarnya sama dengan model pembelajaran struktural, namun penekanannya terletak pada tahun-tahun perkembangan itu sendiri. Contoh, kita dapat mengajarkan bagaimana pengaruh asing di Indonesia sejak dari dahulu sampai sekarang, mulai dari tahun pengaruh perkembangan Cina ke Indonesia, India, Islam, Eropa, dan pengaruh lainnya. Pengaruh tersebut dapat di pisah lagi atas topik atau sub-topik setiap pengaruh tersebut yang mengalami perkembangan pula. Seperti tahun perkembangan pengaruh Cina di Indonesia pada masa pra-sejarah.

Model kronologis ini lebih sesuai digunakan pada tujuan yang bersifat melihat deskripsi perkembangan di masa lampau. Pemakaian model konsep atau tematis yang berlebihan dapat menghilangkan karakteristik sejarah itu sendiri.  Hal ini juga pernah terjadi di Inggris sebelum tahun 1997, dimana para siswa sangat pintar berargumentasi tentang berbagai peristiwa masa lampau, tetapi waktu ditanyakan kapan terjadi peristiwa tersebut, rata-rata mereka tidak bisa menjawab (Terry Hydn, dkk, 2008:93).

Sebagai suatu ilustrasi, beberapa kegiatan yang pernah dilakukan guru sejarah di Inggris berikut ini digambarkan sebagai ide yang dapat dikembangkan.  Pertama, catatan waktu dapat dibuat dari bawah ke atas. Manfaat dari cara ini adalah  membantu siswa untuk mengerti alur waktu dan bagaimana waktu dipenggal. Contoh, siswa dilatih menuliskan apa yang mereka kerjakan dalam suatu rentangan hari sekolah, mengembangkannya menjadi catatan mingguan.

Kedua, catatan waktu bisa dibuat menjadi lebih komplek dengan memperkenalkan sebutan SM dan M. Catatan waktu bisa dipusatkan pada suatu periode spesifik, seperti Abad Pertengahan, masa Aufklarung dan sebagainya. Cara lain untuk mengerjakannya adalah menulis serangkaian waktu pada potongan-potongan kertas, dan memberikannya kepada siswa secara individu yang berdiri di depan kelas. Yang lainnya menyusunnya dalam susunan waktu. Untuk membuatnya lebih mudah, buat potongan-potongan ke dalam bagian seperti kartu jigsaw sebagai salah satu model pembelajaran kooperatif. Catatan waktu bisa membuat minat belajar lebih kelihatan. Pada permulaan suatu topik, anda dapat membuat suatu blanko catatan waktu , mendiskusikan kronologi waktu dan cara yang ditandai waktu.

Model lain dengan menggunakan Inquiry mengenai sebab dan konsekwensi, membuat kisi-kisi daftar pertanyaan. Tetapkan fokus materi anda, umpamanya “Apa yang menyebabkan Spanyol melakukan invansi ke Inggris pada saat itu?” Jika siswa memberikan argumentasi, siswa tersebut ditantang untuk mengemukakan bukti, dan kemudian tanyakan apa yang terjadi pada waktu-waktu berikutnya.

Contoh lain dilakukan dengan menanyakan bagaimana kekuatan uap mampu merubah Inggris? Dalam kasus ini kisi-kisi membutuhkan dua kolom, satu untuk sebelum kekuatan uap, dan satu untuk setelahnya. Siswa diberi panduan dengan beberapa kategori, seperti transpor, industri, dan seterusnya, atau menyuruhnya untuk memutuskan kategorinya sendiri.

Inquiry bukanlah suatu hal yang spesifik; para siswa sekolah dasar nyatanya bisa meneliti bagaimana perbedaan Inggris pada akhir periode PM Margareth Tacher, tetapi mereka hanya berbeda pada titik pandang, ada yang melihat kondisi kota, ada yang melihat bidang transportasi, bangunan-bangunan dan sebagainya. Ilustrasi ini menunjuukaan bahwa untuk belajar kronologi telah dapat dilakukan pada semua tingkatan anak.

Dengan demikian, langkah-langkah pembelajarannya bertolak dari berbagai peristiwa. Baik guru atau siswa memetakan tahun-tahun secara kontinuitas, kemudian memberi makna pada setiap tahun penting seperti menemukan sebab, mencari hubungannya dengan peristiwa lain, menemukan tempat kejadian dan sebagainya. Terakhir menyusun cerita sejarah bedasarkan kronologis urutan waktu tersebut.


d.      Model Tematis
Model ini lebih menekankan pada tema-tema pokok yang menjadi perhatian guru, seperti penekanan pada kehidupan ekonomi pada kerajaan Majapahit. Guru mengajak anak untuk menelaah berbagai bentuk dan jenis kehidupan masyarakat pada masa pemerintahan raja-raja Majapahit di bidang ekonomi. Proses pembelajaran berkisar pada menelaah konsep ekonomi dengan melatih anak mencari dan mengumpulkan fakta serta membuat kesimpulan. Pembahasan berorientasi pada keluasan materi (bukan pada proses) dan peninjauan secara luas pada berbagai disiplin ilmu, seperti membahas peran letak geografis terhadap pertanian masyarakat, letak wilayah dengan keterkaitan pelayaran, membahas pertanian masyarakat dengan kaitannya pada sistim pemerintahan, budaya masyarakat, dan seterusnya pada aspek sosial dan sejarahnya. Kajian tematis ini lebih menekankan pada pendekatan interdisipliner. Pembelajaran seperti ini lebih pantas digunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat sintesis serta terdapat ketersediaan fakta materi yang cukup banyak. Langkah pembelajaran yang dilakukan adalah penyediaan sumber dan materi pembelajaran dalam jumlah yang banyak/lengkap. Melakukan berbagai diskusi dan analsis terhadap berbagai gejala yang ada serta kaitannya dengan kemajuan ekonomi kerajaan, dan akhirnya membuat kesimpulan.

e.      Model  Regresif
Model ini dapat dipakai dalam pembelajaran sejarah karena asumsi dasarnya bahwa apa yang terjadi sekarang hakikatnya sudah ada di masa lampau dan menjadi pelajaran di masa sekarang. I Gde Widja (1989:36) mengemukakan bahwa model ini digunakan dalam pembelajaran dengan mengambil gejala di masa sekarang kemudian diruntut materinya ke belakang dengan persoalan yang sama. Asumsi belajarnya bahwa anak akan lebih senang belajar dari suasana kontekstual yang kongkrit saat ini kemudian diruntut kepada masa lampau yang lebih abstrak.

Lebih lanjut I Gde Widja menjelaskan bahwa mungkin terjadi distorsi kontinuitas atau ketidak cocokan konsep antara masa sekarang dengan masa yang lampau tersebut. Meskipun demikian model ini telah memberi pengaruh banyak dalam penanaman nilai-nilai pada siswa. Melalui belajar regresif setidaknya dapat membuat perbandingan, seperti penanaman nilai pengorbanan terhadap negara. Dengan mengambil contoh prilaku anak sekarang, membandingkannya dengan masa Orde Baru, Orde Lama atau bahkan zaman penjajahan, semakin terasa bahwa generasi muda sekarang kurang memiliki nilai-nilai pengorbanannya. Atau seperti dalam mengajarkan peranan mahasiswa dalam politik. Kita bisa membahas dari unjuk rasa atau demonstrasi yang dilakukan mahasiswa sekarang, lalu dilihat bagaimana wujudnya dimasa Orde Baru, zaman Orde Lama, zaman awal kemerdekaan, seterusnya ke masa penjajahan.

C.     Rangkuman
Banyak faktor yang mendorong guru sejarah melakukan pembaharuan pengajarannya, baik ditinjau dari segi jabatan profesionalnya, maupun dari tuntutan perkembangan dunia pendidikan. Permasalahan tuntutan dunia pendidikan berawal dari paradigma perubahan peran guru, dari seorang pengajar dan menjadi sumber ke  arah pembimbingan siswa, menjadikan anak yang kreatif dan belajar sendiri. Untuk itu, berbagai model pembelajaran yang digunakan berorientasi kepada pengembangan keterampilan mereka.

Setidaknya terdapat enam keterampilan berpikir yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran sejarah; yaitu keterampilan pemberian makna, menafsir, memberi contoh, menganalisis, membuat kesimpulan, dan melakukan penilaian.  Untuk mewujudkan keterampilan ini harus berbarengan dengan berbagai keterampilan yang terletak pada materi sejarah itu sendiri, seperti berpikir kritis, proses, tiga dimensi waktu , dan pengembangan nilai-nilai.

Diantara model pembelajaran yang relevan dengan ini adalah model pembelajaran struktur, konsep, kronologis, tematis, dan regresi.  Model-model ini dapat dipilih dan disesuaikan dengan tujuan, perbedaan latar belakang siswa, dan ketersediaan sarana prasarana.

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Feedage Grade C rated
Preview on Feedage: nail-art-polish-2012 Add to My Yahoo! Add to Google! Add to AOL! Add to MSN
Subscribe in NewsGator Online Add to Netvibes Subscribe in Pakeflakes Subscribe in Bloglines Add to Alesti RSS Reader
Add to Feedage.com Groups Add to Windows Live iPing-it Add to Feedage RSS Alerts Add To Fwicki